Padang Versi Purwa

Denyut kota terasa tak pernah berhenti saat menyusuri kawasan Pondok dan Muaro di Padang, Sumatera Barat. Sejak pagi hingga malam, kawasan ini tetap berdetak ibarat jantungnya sebuah kota.

Kawasan ini tercatat pernah menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, dan hiburan pada era kolonial Belanda. Muaro menjadi pusat pemerintahan, sedangkan Pondok menjadi pusat hiburan.

Rusli Amran dalam bukunya Padang Riwayatmu Dulu mencatat, Opera Constantinopel dan Nyai Dasima yang terkenal pada akhir abad 19 pernah dipentaskan di gedung komedi di kawasan Pondok.

Melangkah sedikit kea rah timur, jejeran gedung tua bergaya campuran—Melayu dan Eropa—terasa saat menginjakan kaki di Pasar Mudik dan Pasar Gadang. Kesibukan bongkar muat barang terasa kental saat menginjakan kaki di sini. Hingar bingar kota tua masih bisa dirasakan di sini.

Menurut Sejarawan Universitas Andalas Profesor Gusti Asnan, Pasar Mudik dan Pasar Gadang merupakan pasar induk pertama yang dibangun etnis Melayu (Minang). Pasa Gadang berkembang menjadi pusat perdagangan seiring dengan kedatangan saudagar Minang. Pengembangan kawasan ini lengkap dengan infrastruktur ekonomi dan politik.

Berkembangnya Padang sebagai kota metropolitan di pantai barat Sumatera tak bisa dilepaskan dari perjanjian London (Traktaat London) pada 17 Maret 1824. Perjanjian ini membuat daerah jajahan Inggris—termasuk Indonesia—beralih ke tangan Belanda.

Baca lebih lanjut

Saat Petani Mengidolakan Pertanian Organik

Defisit pangan membuat pemerintah mengimpor beras dari sejumlah negara tetangga dalam kurun waktu empat tahun belakangan. Sukses swasembada beras di era 80-an, kini Indonesia menggantungkan sumber pangan pada produksi beras dari Vietnam dan Thailand.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 menunjukkan, impor beras Indonesia dari sejumlah negara mencapai 2,75 juta ton dengan nilai US$1,5 miliar. Vietnam menjadi negara eksportir terbesar bagi pasokan beras di Tanah Air dengan jumlah mencapai 1,78 juta ton.

Tak ingin mengulangi kegagalan di sektor pangan pada 2011, pemerintah membuat kebijakan optimistis dengan menghentikan impor beras pada 2014. Kebijakan ini, menurut pemerhati masalah pertanian, akan berujung manis jika pemerintah membangun regulasi yang berpihak pada petani.
Baca lebih lanjut

Gelombang Laut Energi Alternatif Masa Depan

Krisis energi membuat sejumlah ahli berpikir untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Pembangkit yang mengutamakan uranium untuk menghasilkan daya ini dipandang mampu untuk menjawab tantangan energi nasional.

Namun, pascaledakan PLTN Fukushima Jepang akibat gempa dan tsunami yang melanda kawasan tersebut, penolakan akan pembangkit nuklir kembali bermunculan. Risikonya dinilai terlalu besar bagi Indonesia.

Fakta tersebut yang menyurutkan minat sejumlah politisi untuk membatasi atau menunda pembangunan PLTN di Jawa dan Sumatera. Konsekuensinya, ketersediaan energi nasional kembali menjadi pertanyaan mendasar.

Baca lebih lanjut

Prediksi Piala Dunia 2010: Spanyol Tekuk Belanda di Final

Spanyol juara dunia 2010. Sepenggal kalimat ini tentunya tidak menyenangkan bagi fans tim ‘oranye’. Namun, ungkapan ini tidak hanya mengandung isu atau campaign untuk menarik perhatian. Banyak fakta yang bisa dijadikan alasan kenapa tim matador dijagokan akan meraih gelar bergengsi di ajang sepakbola sejagad tahun ini.

Sebagai negara yang tergabung dalam blok eropa, Spanyol bukanlah negara maju seperti halnya Jerman. Dibanding Belanda pun, mungkin Spanyol masih tertinggal dari segi ekonomi. Mereka belum tergolong negara kaya, seperti Jerman. Kondisi ini menjadi fakta pendukung tim matador untuk menjadi juara dunia di South Africa 2010.

Bermain di Afrika, Spanyol sedikit diuntungkan dengan kemampuannya memenangi Piala Eropa. Karena, hingga saat ini, hanya tiga tim eropa yang bermain hingga babak final. Sebagai jawara eropa tahun 2008, Spanyol punya kans besar untuk mengawinkan kedua tropi bergengsi di sepakbola.

Baca lebih lanjut

Menyusuri Negeri Mimpi Lembah Harau

Lembah Harau (Foto: Eri Naldi) Rasa kagum akan menghampiri saat pandangan tertuju pada setumpukan batu-batu granit yang menjulang hingga ratusan meter di kawasan Lembah Harau, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat.

Seperti tersusun rapi, batu-batu granit dengan dinding alami ini menampilkan kesan eksotik yang sulit dijumpai di belahan bumi ini. Saat berkunjung ke lokasi wisata alam ini, hamparan padi yang menguning dan sungai-sungai jernih mengalir dari sarasah (air terjun) di Lembah Harau memberikan suasana damai nan menenangkan.

Berjarak sekitar ratusan kilometer dari Kota Padang, Lembah Harau bisa ditempuh lewat jalur darat dengan lama perjalanan sekitar 3,5 jam. Sedang, dari Bukittinggi, Lembah Harau bisa dicapai dalam tempo satu jam. Baca lebih lanjut